BTC: Fenomena Gelembung (Bubble) atau Aset Terbaik?

Dengan harga Bitcoin yang sudah melampaui $50.000 (18/02/2021) banyak media yang memberitakan kenaikan harga ini secara terus menerus seolah-olah mengompori orang-orang untuk ikut membeli BTC. Banyak orang awam yang menjadi "korban" akibat hal ini, well, kalau harga belum jatuh tentu belum ada korban. Akan tetapi, kita harus menyimak fenomena kenaikan harga ini dengan bijak dengan menganalisis fundamental BTC. Apakah "aset digital" ini layak untuk mendapatkan harga tinggi, ataukah semuanya hanya spekulasi besar (fenomena gelembung) yang dapat hancur sewaktu-waktu.

ilustrasi-gelembung-meletus
Image by Willgard Krause from Pixabay

BTC Ditenagai oleh Koin Lain, yaitu Tether (USDT)

Begini cara Tether Operations Limited mendongkrak harga BTC. Pertama, mereka mencetak token yang bernama USDT. Kemudian, token tersebut digunakan untuk membeli BTC dan mata uang kripto lain. Sehingga, harga BTC yang sebenarnya bukanlah USD 50.000 (18/02/2021) akan tetapi USDT 50.000. Konon memang 1 USDT = 1 USD, akan tetapi hal ini belum dapat dibuktikan oleh Tether. Bahkan, dalam kasus gugatan hukum di 2019, diketahui hanya 74% yang dibacking dengan kas atau setara kas. Hal ini tentu menyimpang dengan iklan mereka yang menyatakan kalau USDT dibacking oleh real Dollar 1:1 atau 100%.[1] Kasus ini masih terus berjalan dan mungkin akan ada fakta baru di lapangan karena belakangan ini Tether mengeluarkan USDT dengan tingkat emisi yang eksponensial.[2]

Dengan demikian, kalau ternyata nanti Jaksa Agung negara bagian New York (NYAG) menemukan tindakan kriminal dari Tether, tentu saja akan berpengaruh terhadap BTC. Bisa dibayangkan kalau ketahuan yang membeli BTC itu hanya koin yang berisi angin, bukan USD, gelembung bursa kripto pasti akan meletus.

Manipulasi Pasar dan Likuiditas Rendah

Lain halnya dengan bursa saham yang diawasi oleh pemerintah, bursa kripto ini minim pengawasan. Tidak ada yang menjamin aktivitas jual beli di pasar kripto ini dilakukan oleh pelaku pasar real, bukan bot atau akun kloningan yang bertransaksi di atas gelembung USDT yang masuk angin. Kapitalisasi pasar BTC juga jauh dari angka $960 milyar (18/02/2021) yang terlihat dari terpompanya harga ketika Elon Musk membeli $1,5 milyar pada Januari 2021.[3] Apabila kapitalisasi pasar Bitcoin memang besar, pembelian Elon Musk tersebut tidak akan memompa harga BTC terlalu tinggi.

Tidak Ada Inovasi Baru di BTC

Dari harga $3.000 sampai harga $50.000, tidak ada inovasi baru di BTC. Biaya transaksi masih sangat mahal, lambat, dan aplikasinya hanya itu-itu saja. Aneh rasanya ketika produk tidak banyak digunakan kok harganya bisa melambung tinggi. Saat ini Bitcoin hanya digunakan sebagai alat spekulasi tanpa didasari kegunaan (utilitas) yang jelas. Pada umumnya, suatu produk teknologi akan bernilai ketika banyak pengguna dan trafficnya, misalnya mesin pencarian Google, sosial media seperti Facebook dan Twitter, situs hiburan seperti Youtube, dan lain-lain.

Timing yang Tidak Tepat

Ketika dunia dilanda pandemi yang mengakibatkan resesi, logikanya daya beli masyarakat akan menurun. Alih-alih untuk membeli Bitcoin, mereka pasti akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok. Maka dari itu penggelembungan harga BTC ini menjadi sangat tidak masuk di akal, alias terlalu mencolok untuk dianggap serius. Untuk bisa meningkat setajam itu harus ada peningkatan user dalam jumlah besar yang membeli BTC. Kenyataannya, memory pool di 2017/2018 masih lebih besar dari 2021, yang artinya jumlah peningkatan pengguna di 2017/2018 masih lebih besar dari saat ini.[4]

Oleh karena itu, poin-poin yang telah saya jelaskan mengindikasikan harga saat ini terlampau tinggi apabila kita melihat dengan perspektif keuangan tradisional. Namun, saya juga tidak dapat meramal masa depan. Jaman mungkin sudah berubah dan orang-orang lebih menyukai BTC daripada instrumen investasi lainnya. Meskipun demikian, risiko yang melekat pada BTC tidak akan hilang karena minimnya fundamental yang menyokong Bitcoin. Apabila anda ikut hype ini mungkin anda akan cepat untung, tapi jangan kaget kalau cepat juga bangkrutnya. Ingat bahwa anda sedang bermain menunggangi arus hype yang dapat kempes sewaktu-waktu.

Kutip artikel ini:
Kontributor KuBisnis, 2021, https://www.kubisnis.com/btc-fenomena-gelembung-bubble-atau-aset-terbaik/ (diakses pada 08 Dec 2023).

Artikel ini bukan yang Anda butuhkan?
Anda bisa mengirimkan saran pada KuBisnis di akun fb/twitter/google kami di @KuBisnis.
Topik dengan voting komentar terbanyak akan mendapatkan prioritas dibuatkan artikel.

Avatar photo
KuBisnis

Penerbit KuBisnis adalah penerbit artikel bisnis dan kewirausahaan berkualitas. KuBisnis percaya bahwa setelah proyek artikel ini selesai, Indonesia akan menjadi negara yang memiliki banyak entrepreneur! Semua konten tulisan, gambar, dan video pada situs ini adalah hak cipta KuBisnis, kecuali dinyatakan khusus secara tertulis. Hak cipta dilindungi oleh DMCA dan hukum yang berlaku di Indonesia.

Articles: 91